STUDI EMPIRIS
NAMA : AGUS SAPUTRA
NPM : 17630071
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Kabupaten Badung merupakan kabupaten di provinsi Bali yang
menjadi pusat kegiatan, baik kegiatan sosial budaya, kegiatan
pemerintahan, kegiatan perdagangan dan perekonomian, kegiatan pendidikan
dan lain-lain. Selain itu Kabupaten Badung juga sebagai pusat
pariwisata dimana Kabupaten Badung memiliki daya tarik wisata yang
lengkap mulai dari seni dan budaya, keindahan alam dengan pantai
berpasir putih seperti yang terdapat pada pantai Kuta. Lengkapnya
fasilitas yang terdapat di area Kuta juga merupakan salah satu daya
tarik wisatawan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali,
Kabupaten Badung memiliki jumlah penduduk sebesar 656.900 jiwa, dengan
luas wilayah 418,52 km2 yang meliputi 6 kecamatan yaitu, Petang,
Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta. Dalam
perkembangannya, jumlah penduduk di Kabupaten Badung akan terus
bertambah dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk dan meningkatnya
kedatangan wisatawan yang semakin banyak juga meningkatkan kebutuhan
akan transportasi serta menimbulkan masalah kompleks pada lalu lintas di
Kabupaten Badung. Permasalahan lalu lintas yang sekarang dihadapi oleh
Kabupaten Badung adalah masalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan yang
terus meningkat pada Jalan Raya Tuban di Kabupaten Badung diakibatkan
oleh bertambahnya wisatawan yang mengakses jalan tersebut, terbatasnya
lahan untuk perlebaran jalan, dan belum optimalnya pengoperasian
fasilitas lalu lintas yang ada. Berbagai upaya telah diterapkan oleh
pemerintah Kabupaten Badung, guna memperlancar arus lalu lintas di
Kabupaten Badung, namun upaya tersebut belum mampu mengatasi
permasalahan lalu lintas, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat agar
permasalahan lalu lintas kedepannya semakin berkurang. Untuk bisa
mendapatkan data–data yang digunakan dalam perencanaan suatu ruas jalan
tersebut perlu dilaksanakannya sebuah survei lalu lintas seperti survei
volume lalu lintas dan survei kecepatan. Sebelum melaksanakan survei
lalu lintas perlu adanya pemahaman terhadap teknik survei lalu lintas,
dimana metode
metode
atau teknik survei yang digunakan pada survei lalu lintas akan mengacu
pada data yang dihasilkan dan data yang dihasilkan haruslah data yang
cukup akurat, guna data- data tersebut dapat digunakan pada suatu
perencanaan ruas jalan yang mampu mengurangi permasalahan lalu lintas
nantinya. Adapun tujuan dilakukannya survei tersebut adalah untuk
mengetahui tingkat kepadatan lalu lintas pada Jalan Raya Tuban
berdasarkan volume lalu lintas yang mencakup jenis kendaraan dan arah
gerakan kendaraan, dengan melakukan pengamatan dan pencacahan langsung
dalam periode waktu yang telah ditentukan dan untuk mengetahui tingkat
kepadatan lalu lintas pada ruas jalan berdasarkan volume lalu lintas,
arah arus lalu lintas, jenis kendaraan dalam satu satuan waktu tertentu
yang dilakukan dengan pengamatan dan pencacahan langsung di lapangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapakah faktor jam puncak (Peak Hour Factor) pada Jalan Raya Tuban?
2. Kapankah terjadinya jam puncak pada lokasi studi?
3. Berapakah kapasitas praktis pada lokasi studi?
4. Berapakah kapasitas sisa pada lokasi studi?
5. Berapakah kapasitas sisa teoritis pada lokasi studi?
6. Bagaimana komposisi lalu lintas pada lokasi studi?
7. Berapakah kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) pada lokasi studi?
8. Berapakah kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) pada lokasi studi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan studi yang ingin dicapai:
1. Menganalisis faktor jam puncak (Peak Hour Factor) pada Jalan Raya Tuban.
2. Menganalisis kapan terjadinya jam puncak pada lokasi studi.
3. Menganalisis kapasitas praktis pada lokasi studi.
4. Menganalisis kapasitas sisa pada lokasi studi.
5. Menganalisis kapasitas teoritis pada lokasi studi.
6. Menganalisis komposisi lalu lintas pada lokasi studi.
7. Menganalisis kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) pada lokasi studi.
8. Menganalisis kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) pada lokasi studi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peak Hour Factor
Peak
Hour atau jam puncak merupakan jam pada saat arus lalu lintas di dalam
jaringan jalan berada pada kondisi maksimum. PHV menunjukan variasi arus
tiap jamnya. Faktor jam puncak memiliki nilai maksimum sebesar 1 (100%)
yang menandakan kapasitas maksimum yang terisi penuh. Misalkan nilai
PHF sebesar 0,8 (80%) yang menyatakan bahwa masih ada kapasitas sisa
sebesar 0,2 (20%). Makin besar nilai PHF maka akan mendekati kapasitas
maksimum. PHF dihitung dari rasio antara volume jan-an maksimum dengan
volume equivalent jam-an maksimum. Volume suatu ruas jalan didapat dari
jumlah kendaraan yang lewat dibagi dengan rentang waktu tertentu. Untuk
mendapatkan nilai volume suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak
tipe kendaraan maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi
ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Konversi kendaraan ke dalam
satuan smp diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis
kendaraan. Sedangkan volume jam-an maksimun sendiri merupakan jumlah
kendaraan terbanyak dalam rentang waktu satu jam dari keseluruhan waktu
survei.
2.2 Waktu Terjadinya Jam Puncak
Pada
suatu ruas terdapat hubungan antara volume dan waktu. Volume lalu
lintas pada suatu ruas jalan dipengaruhi oleh aktivitas pengguna jalan.
Aktivitas tersebut antara lain seperti saat jam berangkat kerja,
istirahat makan siang dan pulang kerja. Sehingga pada waktu-waktu
tersebut volume lalu lintas mencapai puncaknya. Saat lalu lintas pada
suatu ruas jalan tampak padat bahkan sering terjadi kemacetan dapat
menjadi pertanda waktu terjadinya jam puncak. Adanya berbagai jenis
aktivitas masyarakat pada suatu tempat dan terjadi pada waktu yang
bersamaan. Sehingga hal ini menyebabkan peningkatan volume
lalu
lintas. Berdasarkan pembahasan di atas, waktu jam puncak dapat
didefinisikan sebagai waktu dimana volume lalu lintas mencapai jumlah
tertingginya. Waktu jam puncak ini diperoleh dalam rentang waktu satu
jam dari keseluruhan waktu survei pada suatu ruas jalan yang ditinjau.
Waktu jam puncak dapat digunakan sebagai dasar untuk design jalan raya.
2.3 Kapasitas Praktis Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk
menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu
tertentu. Kapasitas jalan dinyatakan dalam satuan kend/jam atau smp/jam.
Kapasitas jalan dalam satuan kend/jam merupakan jumlah kendaraan yang
melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam. Sedangkan apabila
kapasitas jalan menggunakan satuan smp/jam maka kapasitas diperoleh
dengan mempertimbangkan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu
jalan. Dalam perhitungan kapasitas dengan satuan smp/jam diperlukan
faktor konversi dari satuan kend/jam menjadi smp/jam yaitu ekivalen
mobil penumpang (emp). Kapasitas praktis adalah jumlah kendaraan
maksimum yang dapat melewati satu penampang pada suatu jalan selama 1
jam. Dengan melakukan studi volume pada suatu ruas jalan maka akan
diperoleh kapasitas praktis. Kapasitas praktis terjadi dalam keadaan
yang sedang berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalu lintas yang
mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan pada kelancaran lalu
lintas. Arus lalu lintas pada kapasitas praktis masih memberikan
kecepatan yang dapat diterima atau arus lalu lintas maksimum dengan
batas kenyamanan tertentu. Pada saat arus rendah, kecepatan lalu lintas
kendaraan bebas tidak ada gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak
kendaraan yang melewati ruas jalan, kecepatan akan semakin turun sampai
suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, disinilah
kapasitas terjadi. Setelah itu kondisi arus akan berkurang terus sampai
suatu saat kondisi macet total dimana arus tidak bergerak dan terjadi
kepadatan tinggi.
2.4 Kapasitas Sisa Volume
kendaraan
yang sangat tinggi hingga mencapai kapasitas maksimum akan menyebabkan
terjadinya tundaan atau kemacetan. Pada saat volume lalu lintas mencapai
puncaknnya, ruas jalan masih mempunyai kemampuan untuk menampung volume
kendaraan. Volume kendaraan yang dapa ditampung tentu dalam jumlah yang
sangat terbatas hingga batas maksimum. Pada perhitungan kapasitas sisa
suatu ruas jalan, terlebih dahulu haruslah diketahui besarnya PHF ruas
jalan tersebut. Dimana PHF dihitung dari rasio antara volume jam-an
maksimum dengan volume equivalent jam-an maksimum. Kapasitas sisa adalah
kapasitas yang masih tersisa saat volume lalu lintas mencapai
puncaknya. Besarnya nilai kapasitas sisa diperoleh dari nilai kapasitas
maksimum dikurangi besarnya PHF.Kapasitas sisa dinyatakan dalam satuan
%. Maka dari itu, besar nilai kapasitas sisa adalah 100% dikurangi PHF.
Semakin besar nilai PHF maka kapasitas sisa ruas jalan semakin kecil.
Dapat dihitung dengan rumus : Kapasitas sisa = 100% - Peak Hour Factor
.........................................(2.2) 2.5 Kapasitas Teoritis
Kapasitas Teoritis dapat diperoleh dengan tanpa melakukan studi volume
pada ruas jalan. Dalam perhitungan kapasitas teoritis, nilai kapasitas
diperoleh dari data-data ruas jalan sebelumnya. Data-data tersebut
meliputi data lebar lajur ruas jalan yang ditinjau, data Tipologi jalan,
data Hambatan samping dan data Jumlah penduduk. Data -data tersebut
akan menjadi faktor koreksi dari kapasitas dasar yang mana kapasitas
dasar ini ditentukan berdasarkan tipe jalan. Menurut Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati
ruas jalan tersebut (dalam satu ataupun kedua arah) dalam periode waktu
tertentu. Secara teoritis, perhitungan kapasitas didapat dengan
mengalikan kapasitas dasar dengan faktor-faktor yang ada. Faktor-faktor
yang digunakan yaitu faktor penyesuaian lebar lajur, faktor penyesuaian
pemisah arah, faktor penyesuaian
2.4 Kapasitas Sisa Volume
kendaraan
yang sangat tinggi hingga mencapai kapasitas maksimum akan menyebabkan
terjadinya tundaan atau kemacetan. Pada saat volume lalu lintas mencapai
puncaknnya, ruas jalan masih mempunyai kemampuan untuk menampung volume
kendaraan. Volume kendaraan yang dapa ditampung tentu dalam jumlah yang
sangat terbatas hingga batas maksimum. Pada perhitungan kapasitas sisa
suatu ruas jalan, terlebih dahulu haruslah diketahui besarnya PHF ruas
jalan tersebut. Dimana PHF dihitung dari rasio antara volume jam-an
maksimum dengan volume equivalent jam-an maksimum. Kapasitas sisa adalah
kapasitas yang masih tersisa saat volume lalu lintas mencapai
puncaknya. Besarnya nilai kapasitas sisa diperoleh dari nilai kapasitas
maksimum dikurangi besarnya PHF.Kapasitas sisa dinyatakan dalam satuan
%. Maka dari itu, besar nilai kapasitas sisa adalah 100% dikurangi PHF.
Semakin besar nilai PHF maka kapasitas sisa ruas jalan semakin kecil.
Dapat dihitung dengan rumus : Kapasitas sisa = 100% - Peak Hour Factor
.........................................(2.2) 2.5 Kapasitas Teoritis
Kapasitas Teoritis dapat diperoleh dengan tanpa melakukan studi volume
pada ruas jalan. Dalam perhitungan kapasitas teoritis, nilai kapasitas
diperoleh dari data-data ruas jalan sebelumnya. Data-data tersebut
meliputi data lebar lajur ruas jalan yang ditinjau, data Tipologi jalan,
data Hambatan samping dan data Jumlah penduduk. Data -data tersebut
akan menjadi faktor koreksi dari kapasitas dasar yang mana kapasitas
dasar ini ditentukan berdasarkan tipe jalan. Menurut Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati
ruas jalan tersebut (dalam satu ataupun kedua arah) dalam periode waktu
tertentu. Secara teoritis, perhitungan kapasitas didapat dengan
mengalikan kapasitas dasar dengan faktor-faktor yang ada. Faktor-faktor
yang digunakan yaitu faktor penyesuaian lebar lajur, faktor penyesuaian
pemisah arah, faktor penyesuaian
hambatan
samping dan faktor penyesuaian ukuran kota. Dimana faktor-faktor
tersebut mempengaruhi dalam kapasitas jalan. Sehingga tidak diperlukan
perhitungan manual maupun survei lokasi. Berdasarkan Dep.PU, 1997,
kapasitas dapat dihitung dengan persamaan berikut: C = Co × FCw × FCsp ×
FCsf × FCcs ................................................ (2.3)
Keterangan : C = Kapasitas (smp/jam)
2.6 Komposisi Arus Lalu Lintas
Dalam
lalu lintas terdapat komposisi arus lalu lintas. Dalam manual, nilai
arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas. Nilai arus lalu
lintas dinyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai
arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp) dengan menggunakan ekuivalen mobil penumpang (emp).
Satuan mobil penumpang yang diturunkan secara empiris tipe kendaraan
berikut (Dep.PU, 1997). Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan dalam
kota berdasarkan MKJI 1997 adalah sebagai berikut: a. Kendaraan ringan /
Light Vehicle (LV). Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar
berjarak 2,0 m – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, opelet, mikro bis,
angkot, pickup, dan truk kecil). b. Kendaraan berat / Heavy Vehicle
(HV). Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya
beroda lebih dari empat bahkan lebih dari enam, (seperti contoh : bis,
truk dua as, truk tiga as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi
Bina Marga.) c. Sepeda motor / Motor Cycle (MC) 11 Kendaraan bermotor
dengan dua atau tiga roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda tiga
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). d. Kendaraan tak bermotor /
Unmotorised (UM) Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda
(meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga). Ekivalensi mobil penumpang (emp) adalah unit
untuk mengkonversi satuan arus lalu lintas dari kendaraan menjadi smp.
Emp untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan
arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Selain itu
emp dalam perhitungan kapasitas jalan berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik jalan, tipe jalan, lebar jalan, dan jumlah arus lalu
lintas. Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian
terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Nilai emp untuk
Indonesia telah diatur dalam MKJI.
2.7
Time Mean Speed (TMS) Time Mean Speed adalah kecepatan rata-rata dari
semua kendaraan yang melintasi suatu titik di jalan selama periode waktu
tertentu. 12 Time Mean Speed dapat dihitung dengan rumus :
2.9 Hambatan Samping
Side
Friction atau hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu
lintas yang berasal dari aktivitas samping segmen jalan. Hambatan
samping yang umumnya sangat mempengaruhi kapasitas jalan adalah pejalan
kaki, kendaraan parkir dan henti, kendaraan tidak bermotor, serta
kendaraan masuk dan keluar dari fungsi tata guna lahan di samping jalan.
Faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebab terganggunya arus lalu
lintas. Apabila hambatan samping lebih besar dibandingkan dengan
kapasitas jalan, jalan tersebut akan menjadi terganggu.
Sehingga
diperlukan perhitungan hambatan samping untuk mengukur seberapa besar
hambatan samping pada jalan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai kelas hambatan samping dibagi menjadi empat bagian. Jenis
aktivitas samping jalan seperti, pejalan kaki, kendaraan umum/kendaraan
lain berhenti, kendaraan masuk/keluar sisi jalan, dan kendaraan lambat.
Frekuensi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang
diamati, pada kedua sisi jalan. Tingkat hambatan samping telah
dikelompokkan dalam lima kelas dari kondisi sangat rendah hingga sangat
tinggi. Kondisi ini sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan
samping sepanjang ruas jalan yang diamati.
Survei Volume
Survei
volume bertujuan untuk menentukan padatnya arus lalu lintas maksimum
yang melewati ruas Jalan Raya Tuban, Desa Tuban, Kec. Kuta, Kab. Badung.
Dimulai dari pukul 15.00 WITA hingga pukul 18.00 WITA, pada tanggal 6
April 2018. Dalam melaksanakan survei volume, jenis kendaraan yang
disurvei adalah sebagai berikut. 1. SM : Sepeda Motor
2. KR : Kendaraan ringan meliputi kendaraan bermotor roda empat pribadi (Jeep, Sedan dan lain-lain)
3. KB : Kendaraan berat meliputi kendaraan bermotor angkutan umum (Bis kecil, bis sedang, bis besar, truk besar dan lain-lain)
4.
UM : Kendaraan tak bermotor Gambar 3. 2 Ilustrasi Penempatan Surveyor
Survei Volume Lokasi penelitian berlokasi di Jalan Raya Tuban. Surveyor
ditempatkan pada 2 titik, dimana setiap titik dibutuhkan 1 surveyor. S1
bertugas menghitung volume lalu lintas dari arah Selatan-Utara,
sedangkan S2 bertugas menghitung volume lalu lintas dari arah
Utara-Selatan. Survei volume ini dilakukan selama 3 jam yaitu dari pukul
15:00 sampai pukul 18:00 karena secara visual dapat diketahui pada hari
kerja volume kendaraan yang melewati ruas jalan ini lebih padat,
sehingga dapat diketahui volume pada jam-jam puncak. Surveyor akan
menghitung volume lalu lintas yang melewati titik pengamatan kemudian
mengisi formulir yang telah tersedia.
Survei Kecepatan
Dilakukan
dengan cara Spot Speed yaitu Survei kecepatan setempat merupakan survei
yang sederhana dan sangat praktis. Metode yang digunakan dalam survei
ini adalah metode 2 orang pengamat. Survey kecepatan berfungsi sebagai
indicator dalam pengukuran kecapatan lalu lintas yang dapat menentukan
patokan utama kinerja lalu lintas, analisis potensi kecelakaan. Tujuan
dari survei spot speed adalah untuk mendapatkan data hasil kecepatan
Time Mean Speed (TMS). Dari hasil data kecepatan tersebut, kemudian
dianalisis dengan linear model untuk mendapatkan estimasi waktu
perjalanan. Survei spot speed dilakukan dengan menggunakan cara manual.
Untuk survei spot speed dengan cara manual, yang pertama dilakukan
adalah memberi tanda untuk titik pengamatan sepanjang 50 m dengan
lakban. Kemudian menempatkan 1 orang surveyor pada masing-masing ujung
dari titik pengamatan. S1 memberi tanda pada S2 saat ban depan kendaraan
yang diamati sudah menyentuh garis start titik pengamatan lalu mulai
menyetel stopwatch. Kemudian S2 yang berada pada ujung lain titik
pengamatan memberi tanda pada S1 bahwa ban belakang kendaraan tersebut
sudah menyentuh garis finish lalu S1 menghentikan stopwatch dan mencatat
waktunya.
Survei Geometrik Jalan
Pengambilan
data geometrik jalan dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan
meliputi tipe jalan, jumlah lajur, dan lebar tiap lajur, lebar dan
kondisi bahu jalan. Survei geometrik dilakukan untuk mengetahui
ukuran-ukuran penampang melintang jalan, panjang ruas jalan, median
jalan, bahu jalan, serta berbagai fasilitas pelengkap yang ada di Jalan
Raya Tuban sehingga bisa didapatkan kapasitas dari jalan yang diteliti.
Metode yang digunakan dalam survei geometrik jalan adalah metode manual,
yaitu dengan mengukur masing-masing parameter yang akan diukur dan
mencatat pada formulir survei. Peralatan yang diperlukan pada saat
survei yaitu formulir survei geometrik jalan, alat tulis, papan alas,
pita ukur, meteran, dan alat bantu lainnya. Survei ini dilakukan pada
keadaan sangat sepi sehingga tidak mengganggu lalu – lintas dan menjamin
keamanan surveior dari kecelakaan. Pada saat melakukan pengukuran lebar
jalan, lebar lajur dan bahu jalan. Surveyor 1 dan Surveyor 2 bertugas
melakukan pengukuran dengan meteran. Kemudian, satu orang Surveyor 3
mengamati dan mengatur lalu lintas. Selanjutnya diukur juga kelengkapan
jalan seperti trotoar. Semua hasil pengamatan dan pengukuran dicatat
pada formulir survei geometrik jalan yang dapat dilihat pada Lampiran
B.1. 3.3.4 Survei Hambatan Samping Pengumpulan data hambatan samping
bertujuan untuk mengetahui banyaknya hambatan samping yang melintas pada
ruas jalan. Data rinci yang diambil penentuan kelas hambatan samping
sesuai dengan manual kapasitas jalan indonesia (Dep. PU, 1997) adalah :
• Jumlah pejalan kaki yang berjalan atau menyebrang tidak pada jalur pejalan kaki.
• Jumlah kendaraan berhenti dan parker
• Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar ke / dari lahan samping jalan dan sisi jalan.
•
Arus kendaraan tak bermotor yaitu arus total (kend /jam) dari sepeda,
becak, delman, dan sebagainya. Dalam survei hambatan samping dilakukan
oleh 2 orang surveyor dengan cara mencatatan hambatan samping yang
terjadi sesuai jenis masing-masing hambatan. Survei dilakukan dalam
segmen 200 m dari ruas jalan yang disurvey dengan menggunakan Formulir
Survei Hambatan Samping pada Formulir B.3. Segmen jalan yang diamati
ditentukan 200 meter. Surveior yang dibutuhkan sebanyak 2 orang yang
dilengkapi dengan jam tangan, formulir survei dan alat tulis. Pencatatan
dilakukan dengan metode manual. Surveior 1 (S1) mencatat data hambatan
samping sepanjang 100 meter. Surveior 2 (S2) mencatat data hambatan
samping sepanjang 100 meter dari surveyor 1. Pencatatan dilakukan pada
hari kerja selama satu jam. Hasil pengamatan dicatat pada formulir
survei hambatan samping.
Data Sekunder
Data
Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder adalah data yang didapat dari sumber lain, sumber ini didapat
dari instansi swasta, instansi pemerintah antara lain dapat berupa
laporan penelitian, laporan sensus, peta dan foto. Data sekunder terdiri
dari jumlah penduduk yang didapat dari instansi pemerintah yaitu Badan
Pusat Statistik. Gambar 3. 4 Ilustrasi Penempatan Surveyor Survei
Hambatan Samping S1 S2 Jalan Raya Tuban 200m/jam 27 3.4.1 Data Badan
Pusat Statistik Kabupaten Badung Menurut data yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik.
Komentar
Posting Komentar